RADIOPENSIUNAN.COM
PRIMBON
Program Acara : Pensiunan Punya Cerita
Host : Puspa
Nara Sumber : Agus Awo
Sudah pernah dengar istilah Primbon ?
Para pensiunan pastilah banyak yang mengenal kata PRIMBON – dan mungkin saja pernah membacanya.
Apa kesan para sahabat pensiunan tentang ini? Ramalan? Klenik? Mistik? Norak? Silakan sampaikan pendapatnya
Yang pasti Primbon adalah kitab warisan leluhur Jawa hasil pengamatan dan perenungan Panjang yang berorientasi pada relasi antara kehidupan manusia dan alam semesta. Primbon sejatinya merupakan pedoman yang dibuat orang pandai zaman dulu untuk menentukan sikap dalam suatu tindakan dalam kehidupan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, mendefinisikannya sebagai kitab yang berisikan ramalan, buku yang menghimpun berbagai pengetahuan kejawaan, berisi rumus ilmu gaib, sistem bilangan yang pelik untuk menghitung hari mujur, dan mengurus segala macam kegiatan yang penting.
Adapun dari asal-usul kata, Primbon yang lengkapnya adalah “Paririmbon”, dari kata dasar “Rimbu” yang berarti simpanan dari bermacam-macam catatan oleh orang jawa pada zaman dahulu yang kemudian diturunkan atau disebarluaskan kepada generasi berikutnya. Pendapat lain, Primbon berasal dari kata “mbon” atau “mpon” dalam yang dalam bahasa Jawa berarti induk yang ditambah awalan pri untuk meluaskan kata dasar.
Sekedar informasi, saat ini ada sejumlah kitab primbon yang disimpan di Perpustakaan Nasional. Jenis primbon yang dikoleksi oleh perpustakaan nasional di antaranya Kitab Ta’bir, Primbon Padhukunan Pal-Palan, Mantra Siwastra Raja, dan Lontarak Bola.
Di Masyarakat Jawa jenis primbon yang sangat popular adalah Kitab primbon Betaljemur Adammakna yang bersisi 337 Bab. Buku ini disebut berisi “Ilmu-ilmu Jawi titilaranipun luluhur kita Jawi ing jaman kina…sadinten-dinten. Yang menghimpun dan menuliskan ulang adalah Soemodidjojo, R. [Ngayogyakarta]:Soemodidjojo Mahadewa,1991
Masyarakat awam Sebagian besar melihat isi Primbon adalah bahasan mengenai perhitungan, perkiraan, peramalan nasib, meramal watak manusia, dan yang lainnya. Perhitungan serta ramalan yang menggunakan penanggalan atau kalender sebagai dasarnya yang terdiri dari gabungan sedemikian rupa dari hari dan weton. Sejak zaman dahulu, perhitungan waktu dengan menggunakan kalender Jawa sudah digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk menentukan waktu bercocok tanam atau acara peringatan.
Benarkah demikian ?
Di tahun 2016 seorang mahasiswa S3 UGM, Bernama Hartono, membuat disertasi tentang Primbon dibimbing Prof Dr I Dewa Putu Wijana SU MA; Dr Inyo Yos Fernandes dan Prof Dr Soepomo Poedjosoedarmo MA. Disertasi tersebut memakai pendekatan kualitatif, sementara tujuannya adalah:
(1) mengklasifikasikan primbon Jawa; (2) menganalisis makna primbon Jawa, dan (3) menemukan kearifan lokal dalam primbon Jawa.
Disertasi yang disusun berdasarkan serangkaian studi Pustaka dan wawancara, hasilnya sbb:
(1) Primbon yang diklasifikasikan dalam penelitian adalah primbon perkawinan, mendirikan rumah, dan primbon usaha yang meliputi 16 petung, kemudian dirinci lagi menjadi 57 jenis petung;
(2) Makna yang terkandung dalam petung primbon Jawa adalah sebagian besar berupa makna konotatif atau makna kias. Bahasa yang digunakan dalam primbon adalah bahasa yang cenderung arkais (kawi). Bahasa itu tersusun dalam kalimat yang indah, berirama supaya mudah diingat. Kalimat indah itu berisikan leksikon arkais.
Leksikon arkais tersebut dengan sendirinya dibantu oleh afiks arkais. Dalam primbon Jawa yang penting dicatat adalah perhitungan tentang watak hari-hari. Setiap hari, baik hari dengan sistem 7 hari (saptawara) ataupun dengan sistem 5 hari pasaran (pancawara) memiliki wataknya sendiri-sendiri. Di samping hari, yang mempunyai watak adalah keris atau wesi aji, membuat alat rumah tangga, orang meninggal, bercocok tanam, dan lain-lain;
(3) Orang Jawa percaya bahwa ada kekuasaan Yang Maha Kuasa di luar kekuasaan dirinya. Kekuasaan ini menguasai nasib hidup orang. Nasib ini ditentukan oleh hari lahir, hari melangsungkan pernikahan, hari pada waktu akan mendirikan rumah, atau hari-hari pada waktu mengawali suatu kegiatan sehari-hari. Nasib baik atau buruk dicatat dalam primbon.
Siapa yang mencatat menjadi Primbon ? Pada waktu dulu yang mencatat hal itu adalah orang-orang tua yang selalu memperhatikan perhitungan saat-saat kejadian dan akibatnya. Metodenya dengan Ilmu Titen. Ilmu titen inilah yang membentuk “Ingatan Bersama” atau sistem kognisi yang menghasilkan beberapa kearifan lokal yang sarat dengan nasihat bijak untuk generasi mendatang.
Kemudian lahirlah “Kearifan Lokal” dan dibukukan dalam bentuk Primbon. Di dalamnya diuraikan untuk menguraikan berbagai keperluan seperti: (1) petung salaki rabi perjodohan, (2) petung gawe omah membuat rumah, (3) petung bayi lair kelahiran bayi, (4) petung lelungan bepergian, (5) petung saat agung saat agung, (6) petung boyongan pindah rumah, (7) petung pamilihing desa kanggo gawe omah pemilihan desa untuk membuat rumah, (8) petung saat dina lan pasaran saat hari dan pasaran, (9) petung wataking wesi aji sifat besi bertuah atau keris, (10) petung impen mimpi, (11) petung kalamudheng kalamudheng, (12) petung kelangan kehilangan, (13) petung tuku kewan membeli hewan ternak, (14) petung nenandur bercocok tanam, (15) petung udan hujan, dan (16) petung lelarane manungsa penyebab sakit manusia. Hasil wawancara dengan informan ditemukan kearifan lokal yang berhubungan dengan: (17) menentukan pasangan hidup; (18) keturunan; dan (19) mistik.
Memang perhitungan dalam Primbon mengacu pada kalender Jawa, namun juga mengakomodir kalender Masehi. Sehingga selain ada pasaran, bulan dan tahun, juga dipakai 7 hari dalam kalender umum. Dari situlah kemudian dihitung neptu, angka gabungan dari masing-masing hari.
Untuk hari putaran 7 (Saptawara), hari Minggu diberi angka 5, Senin: 4, Selasa: 3, Rabu: 7, Kamis: 8,
Jumat: 6, Sabtu: 9. Kemudian untuk neptu pasaran yang memakai siklus lima harian (pancawara), Legi diberi angka 5; Pahing: 9; Pon: 7; Wage: 4; Kliwon: 8
Dalam primbon, terdapat kepercayaan akan empat sifat dari hari yang buruk, keempatnya adalah Hari taliwangke (hari sengkala), samparwangke (hari sengkala), kunarpawarsa (tahun bencana), dan sangarwarsa (tahun bencana). Sementara itu sifat dari hari baik ada tiga, yaitu ) bulan rahayu (bulan baik), bulan sarju (bulan sedang), dan Anggara Kasih.
Jika masing-masing hari memiliki sifatnya masing-masing, maka setiap pasaran mengandung unsur cahaya dan elemen tertentu yang ada di bumi. Pasaran-pasaran tersebut ada lima, yaitu pethakan atau legi (cahaya putih dengan unsur udara), abritan atau paing (cahaya merah dengan unsur api), jene’an atau pon (cahaya kuning dengan unsur cahaya), cemengan atau wage (cahaya hitam berunsur tanah), dan yang terakhir adalah gesang atau kliwon (cahaya hijau berunsur air atau hidrogen).
Suwardi Endraswara menguraikan pembagian primbon menjadi sebelas macam ajaran. Kesebelas ajaran tersebut adalah pranata mangsa, petungan, pawukon, pengobatan, wirid, aji-aji, kidung, ramalan, tata cata slametan, donga, dan ngalamat atau sasmita gaib. Berikut uraian singkat mengenai kesebelas ajaran tersebut.[17]
✅Pranata mangsa merupakan acara membaca alam semesta. Ajaran kini kerap dipakai oleh masyarakat pedesaan yang berprofesi petani dan nelayan untuk melakukan perhitungan waktu tandur atau menanam padi dan melaut.
✅Petungan adalah hitung-hitungan neptu atau nilai numerik yang biasa untuk mencocok-cocokkan sesuatu seperti menentukan jodoh yang tepat bagi seseorang berdasarkan hitungan nama sesuai abjad Jawa yang dibagi tujuh.
✅Pawukon adalah perhitungan waktu baik itu hari pasaran, bulan, maupun tahun. Pawukon sebenarnya tidak berbeda dengan metode hitungan astrologi lainnya di mana hari kelahiran seseorang dibagi berdasarkan tanggal dan tahun kelahiran.[18]
✅Pengobatan, adapun yang dimaksud dalam hal ini adalah pengobatan tradisional yang digunakan untuk menangani suatu penyakit tertentu. Salah satu contoh primbon pengobatan tercantum dalam Primbon Mangkuprajan berupa mantra untuk mengobati sakit gigi. Untuk menggunakannya, mantra itu ditulis pad kertas untuk kemudian dibakar dan abunya diusapkan ke gigi yang sakit.[19]
✅ Wirid yang biasanya berupa sastra wedha merupakan pesan-pesan, sugesti, atau larangan yang dianggap perlu untuk diikuti demi terciptanya keharmonisan antara manusia, alam, semesta, dan tuhan selaku sang pencipta.
✅Aji-aji mencerminkan sisi supranatural dalam kehidupan orang Jawa. Dipercaya bahwa kekuatan supranatural yang luar biasa terkandung dalam suatu mantra apabila itu benar-benar diyakini.
✅Kidung adalah syair-syair. Isinya biasanya berisi wejangan-wejangan atau sejenisnya.
✅ Ramalan atau jangka sebenarnya tidak berbeda jauh dengan petungan. Perbedaannya adalah ramalan memiliki lingkup yang lebih luas. Ramalan tidak hanya mengurusi masalah individu seperti jodoh namun juga masyarakat, contohnya adalah Jangka Jayabaya.
✅ Tata cara slametan berisi panduan mengenai pelaksanaan ritual orang Jawa dengan berbagai tujuan di dalamnya, contohnya pengungkapan rasa syukur dan penolakan bala.
✅Donga atau mantra masih serupa dengan wirid dan aji-aji. Namun dalam donga terdapat penggunaan ayat-ayat Al-quran yang ejaannya dijawakan.
✅ Ngalamat atau Sasmita Gaib biasanya adalah fenomena aneh di alam semesta yang dianggap sebagai keganjilan. Fenomena itu kemudian diartikal sebagai pertanda atas sesuatu