Hari Radio Nasional & Hari Penyiaran Nasional
Oleh : Eddy Koko
SETAHUN lalu, tanggal 1 April 2024, saya diundang ke Studio Radio Bola Koaidi (www.radiobola.co.id) di Rawamangun, Jakarta Timur dalam rangka peresmian siaran radio tersebut. Yang mengundang pemilik Radio Bola, teman satu angkatan waktu kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta tahun 80an, Erwiyantoro alias Toro alias Cocomeo nama Medsosnya. Mbah Coco, begitu ia dipanggil, memilih tanggal 1 April karena tanggal itu merupakan Hari Penyiaran, sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional.
Menurut saya Mbah Coco jeli memilih tanggal 1 April untuk meluncurkan radionya bertepatan tanggal resmi Hari Penyiaran Nasional. Banyak orang radio lupa bahkan ada yang tidak tau ada Hari Penyiaran. Sebagai ukuran lupa dan tidak tau bisa simak saat tanggal 11 September banyak yang mengucapkan Selamat Hari Radio Nasional tetapi tidak pada 1 April Hari Penyiaran Nasional. Jadi Mbah Coco ikut mengingatkan bahwa ada Hari Penyiaran Nasional.
Pada September, masih di tahun yang sama, saya diundang bicara tentang radio di sebuah kampus Jakarta yang memiliki jurusan penyiaran. Bunyi undangannya, diskusi diselenggarakan dalam rangka Hari Radio Nasional tanggal 11 September. Sebagai pendiri Radio Pensiunan, saya diminta pandangan mengenai masa depan media radio di Indonesia. Konsep Radio Pensiunan dan Radio Bola Koaidi sama berbasis internet atau orang menyebutnya radio streaming dan ada juga menyebut sebagai radio online.
Saya hadir memenuhi undangan dari kampus tetapi sempat bertanya pada pengundang, sejak kapan ada Hari Radio Nasional? Ketua penyelenggara diskusi sekaligus dosen di kampus tersebut terheran-heran mendengar pertanyaan saya sampai tidak tahu ada Hari Radio Nasional. Kemudian menjelaskan bahwa Hari Radio Nasional sudah lama ada. Saya sempat bertanya lagi, apakah ada Keputusan Presiden (Keppres) tentang Hari Radio Nasional? Sekali lagi pak ketua penyelenggara diskusi menjawab, ada.
Mengapa bertanya Keppres Hari Radio Nasional, karena saya belum menemukan putusan tersebut. Mungkin saya kuno jadi gagap teknologi belum berhasil menemukan Keppres Hari Radio Nasional. Setiap saya ketik Hari Radio Nasional di mesin pencari Google yang muncul Keppres tentang Hari Penyiaran Nasional. Ketika ganti ketik dan cari Tanggal 11 September yang muncul Hari Lahir Radio Republik Indonesia (RRI).
Tidak mendapat jawaban dari Mbah Google, tanggal September 2024 saya mohon bantuan teman yang bekerja di bagian hukum Sekretariat Negara RI. Apakah ada melihat arsip Keppres yang menetapkan tanggal 11 September sebagai Hari Radio Nasional? Saya mendapat jawaban, tidak ada Keppres tentang hal itu. Apakah teman itu juga luput melihat lembar putusan mengenai Hari Radio Nasional? Bisa saja. Tapi seharusnya tidak.
Saya tidak mempermasalahkan juga tidak ada keberatan hari lahir RRI kemudian menjadi Hari Radio Nasional. Saya hanya mencoba memastikan bahwa hari radio tanggal 11 September tersebut bersifat nasional. Sebab hari nasional, seperti hari buruh nasional, hari pendidikan nasional, hari batik nasional sampai libur nasional bahkan pahlawan nasional dan lainnya ditetapkan melalui Keppres. Karena menyandang kata Nasional maka padanya berlaku juga secara nasional atau seluruh Indonesia dan resmi. Peringatan hari nasional sering menjadi momen penting untuk memperingati peristiwa bersejarah, kampanye kesadaran, hingga momentum sosial dan budaya yang dirayakan oleh masyarakat luas.
Dalam artikel hukum dijelaskan, Keppres merupakan tindakan hukum pemerintah yang bersumber dari kewenangan diskresi dan dapat digunakan untuk menjalankan UUD, Tap MPR, dan PP. Keppres dapat digunakan untuk menetapkan hari libur nasional, termasuk hari libur keagamaan juga untuk menyesuaikan perkembangan dinamika masyarakat dan hukum. Dasar hukum Keppres adalah Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penyiaran Adalah Radio
Sebagai orang yang berkecimpung di dunia radio menyambut baik adanya hari nasional terkait. Hal itu menandakan radio mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia. Seperti juga UNESCO (United Nations Educational, Scientific & Cultural Organization) yang menetapkan tanggal 13 Februari sebagai Hari Radio se-Dunia. Namun ketika ada dua hari radio atau penyiaran maka saya perlu mencari tahu untuk ikut memperingati secara resmi.
Jika saya memilih menggunakan tanggal 1 April untuk memperingati hari radio bukan berarti ada masalah dengan RRI sebagai “pemilik” tanggal 11 September. Saya kecil dan remaja tahun 70an adalah anak yang tinggal di pelosok dan setia mendengarkan siaran RRI. Pada usia kelas tiga SD saya sudah selalu menunggu acara Sandiwara Radio RRI dengan sutradara Jon Simamora. Nama sutradara itu melekat dalam ingatan saya termasuk penyiar Minggu Pagi Studio RRI Palembang, Herman Sawiran. Sandiwara Studio Yogyakarta pun saya ikuti walau kadang tertidur karena tergolong larut pukul 22.00.
Hari sekolah saya berangkat setelah sepuluh menit mendengarkan Warta Berita RRI pukul 07.00.
Tidak tuntas mendengarkan warta berita karena harus bergegas lari ke sekolah jangan sampai lewat pukul 07.30. Rutin saya mendengarkan warta berita RRI sampai hapal nama-nama menteri era itu. Paling saya ingat, karena terkait pendidikan adalah Menteri Pendidikan Mashuri. Ketika masuk SMP, begitu bel tanda sekolah usai, saya langsung lari pulang untuk mendengarkan siaran program Musik Pelepas Lelah (MPL) RRI dengan penyiar Sazli Rais dan Hasan Asy’ari Oramahi. Tapi saya paling tidak suka acara Varia Nusantara.
Sejarah mencatat, tanggal 11 September sebagai Hari Lahirnya RRI dimulai dari peristiwa adanya delegasi bekas stasiun radio Hoso Kyoku (Jawatan Radio) datang ke Jakarta. Mereka mengusulkan kepada pemerintah Indonesia mendirikan radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Disepakati dan Abdulrahman Saleh dipercaya memimpin RRI. Maka berdirilah RRI tanggal 11 September 1945 dengan tujuan, antara lain, melakukan koordinasi guna melawan penjajah sekaligus mempersatukan bangsa dan penyebaran informasi secara cepat.
Sedangkan tanggal 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional berangkat dari 1 April 1933 ketika KGPAA Mangkunegoro VII, merupakan orang pribumi pertama yang mempunyai stasiun radio di Kota Solo, yaitu Solosche Radio Vereeniging (SRV).
Konon, proses penetapan Hari Penyiaran Nasional berlangsung cukup alot, diawali deklarasi pertama tanggal 1 April 2010 di Surakarta, Jawa Tengah. Banyak tokoh ikut mendukung deklarasi awal tersebut, seperti Gesang dan Waljinah termasuk para akademisi dan budayawan. Saat itu Joko Widodo masih menjabat Walikota Solo kemudian 2019 ketika menjadi Presiden RI menandatangani Keppres tentang Hari Penyiaran Nasional tanggal 1 April.
Ada yang mengartikan penyiaran adalah televisi. Namun jika mencermati sejarah tanggal 1 April maka yang dimaksud kata Penyiaran pada Hari Penyiaran Nasional adalah radio. Yaitu berawal dari stasiun radio pribumi di Solo milik Mangkunegoro VII, Solosche Radio Vereeniging.
Sepertinya agak janggal jika ada dua hari nasional tentang radio di Indonesia. Hari Penyiaran Nasional seharusnya diartikan sebagai Hari Radio Nasional. Penyiaran sendiri dapat diartikan sebagai proses penyebaran informasi, pesan atau konten kepada khalayak umum secara bersamaan. Penyiaran dapat dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi, seperti radio, televisi, media cetak dan internet. Sekarang muncul teknologi penyiaran radio internet, contohnya Radio Pensiunan dan Radio Bola Koaidi..
Selamat Hari Penyiaran Nasional!