Benyamin S “Gara-gara Bung Karno…”

RADIOPENSIUNAN.COM

Oleh Afif Yufril

Benyamin Suaeb atau Benyamin S adalah ikon budaya populer Betawi.. Tidak hanya di film dan dunia panggung, di musik, Benyamin  juga memiliki karir dan karya yang tidak kalah mengkilap.

Tahun 2010, Majalah Rolling Stone Indonesia menobatkan Benyamin S di urutan pertama dalam daftar 50 Penyanyi Indonesia Terbaik Sepanjang Masa. Jadi, selevel Broery Pesulima, Bob Tutupoly atau Iwan Fals berada di urutan berikut dibanding seorang Benyamin S. Bayangkan?

Benyamin dianggap sebagai sosok yang paling memberi inspirasi kepada generasi-generasi sesudahnya. Lagu-lagunya disukai hingga ke generasi sekarang.

Lagu-lagu Benyamin dikenal nggak ngada-ngada, kata orang Betawi. Jenaka. Nakal. Spontan. Benyamin jujur menangkap keseharian masyarakat pinggiran, terutama suku Betawi yang kemudian ia terjemahkan ke dalam lagu-lagunya.

Gaya bermusik Benyamin lintas genre. Tidak hanya gambang kromong, Benyamin juga bermain di genre musik rock, blues, soul, funky, hip hop, rap, pop, pop Melayu, pop anak-anak, jazz, keroncong, bahkan dangdut.

Benyamin bermusik dengan para musisi besar tanah air, termasuk Jack Lesmana dan Bill Saragih. Ia berduet dengan banyak penyanyi. Di sepanjang karir musiknya, musisi yang yatim sejak balita itu sudah merilis 75 album musik!

Dalam industri musik atau film yang serba gemerlap, Benyamin menjadi semacam anti tesis. Lewat bakat yang ia miliki, Benyamin berhasil menciptakaan jargon  “wajah kampung, rejeki kota” di industri hiburan tanah air.

Gara-gara Bung Karno, Benyamin Nyanyi Lagu-lagu Betawi

Benyamin S tidak sepenuhnya berdarah Betawi. Ayahnya Sukirman, asli Purworejo, Jawa Tengah. Setelah menikah dengan putri tokoh Betawi Haji Ung, Siti Aisyah, dan menetap di Jakarta, Sukirman mengganti namanya menjadi Sueb.

Benyamin bungsu dari 8 bersaudara. Lahir di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 5 Maret 1939. Usia 2 tahun ayahnya meninggal. Benyamin sempat kuliah di Akademi Bank Jakarta tapi tidak lulus. Benyamin pernah bekerja serabutan, termasuk menjadi kondektur bis PPD.

Soal musik, ternyata sudah sedari kecil Benyamin suka menyanyi. Ia berkawan dekat dengan Rahmat Kartolo sejak duduk di bangku SMA. Tahun 1957, Benyamin bergabung dengan grup musik Melody Boys bersama Rahmat Kartolo, A. Rachman, dan Yahya.

Mereka pentas di berbagai tempat ternama pada masa itu, seperti Yacht Club Sindang Laut, Night Club Nusantara, dan Hotel des Indes di Jalan Gajah Mada, Jakarta.

Dalam grup itu, Benyamin berposisi sebagai penyanyi latar sekaligus pemain bongo. Mereka membawakan lagu-lagu barat berirama jazz dan blues. Di antaranya adalah  “When I Fall in Love”, “Blue Moon”, dan “Unchained Melody”.

Uniknya, ketika merilis album perdananya “Indehoi”, duet bersama Rossy dan Si Gogo di tahun 1968, Benyamin justru tampil menyanyikan lagu-lagu dengan gaya dan lirik berlatar Betawi. Di rekaman album tersebut, Benyamin menyanyi diiringi rekan-rekannya di Melody Boys yang sudah berganti nama menjadi Melodi Ria.

Ternyata, di masa itu, Presiden Soekarno tengah mengkampanyekan kembali ke jati diri bangsa. Lagu-lagu Barat atau “ngak ngik ngok” dilarang. Soal ini  Benyamin pernah berucap, kalau bukan karena Bung Karno melarang menyanyikan lagu-lagu Barat, dia tidak akan pernah menjadi penyanyi lagu-lagu Betawi.

Di tahun-tahun berikutnya, Benyamin makin menemukan jati dirinya dengan membuat album-album berisi lagu-lagu jenaka dan percakapan spontan yang diiringi musik gambang kromong.

Ia tercata berduet dengan Rossy, Rita Zahara, Yatni Ardi, Ida Royani, Inneke Kusumawati, Lilis Suryani, Herlina Effendy, Band 4 Nada, Euis Darliah, Eddy Sud dan lain-lain.

Di tahun 1991, dalam usia yang sudah tidak muda, Benyamin bersama Harry Sabar, Keenan dan Odink Nasution, Edhitya, serta Adhe Bo, membentuk band Al Haj dan merilis album.

Benyamin dan Ida Royani

Benyamin S dan Ida Royani adalah pasangan duet abadi di musik dan film Indonesia. Tidak banyak Indonesia memiliki pasangan yang begitu serasi di musik dan film layaknya Benyamin dan Ida Royani.

Kita mungkin bisa masukkan nama Muchsin Alatas dan Titiek Sandhora atau Widyawati dan Sophan Sopiaan dalam kategori ini.

Meski demikian, duet Benyamin dan Ida Royani punya pesona tersendiri dan tak tergantikan. Apalagi, mereka bukan pasangan suami istri di dunia nyata. Mereka terlihat berbeda, tapi menyatu.

Lantas, sejak kapan Benyamin S dan Ida Royani berduet di musik?

Usia Ida Royani baru 11 tahun ketika pertama bertemu dengan Benyamin S yang sudah berusia 25 tahun. Keduanya bertemu saat Ida tengah rekaman di PT Dimita Moulding Industries milik Dick Tamimi tahun 1964.

Saat itu Benyamin membuatkan lagu anak-anak berjudul “Pertapa Latah” untuk Ida. Meski pertemuan dengan Benyamin itu tidak membuat Ida merasa nyaman karena menganggap Benyamin “dekil”, tapi itulah awal hubungan yang kelak menyatukan keduanya di musik dan film.

Benyamin dan Ida Royani berduet pertama kali dalam album “Tukang Kredit” di tahun 1972. Album tersebut meledak di pasaran. Saat itu, Ida sudah dikenal sebagai penyanyi remaja yang sangat modis. Sebagai artis, Ida sangat memperhatikan penampilannya.

Ida selalu tampil cantik dengan rok mini, wiq warna-warni dan sepatu boot. Hanya saja, karena mulai berduet dengan Benyamin, ia terpakasa harus mengubah penampilannya dengan mengenakan kebaya dan sandal.

Ida dan Benyamin memang beda bak langit dan bumi. Usia juga selisih 15 tahun. Tapi itu yang membuat mereka unik dan disukai banyak orang.

Lagu-lagu duet mereka seperti “Hujan Gerimis”, “Lampu Merah”, “Nyesel”, “Ratu Laut Jawa”, “Abang Pulang”, dan “Di Sini Aje Timbel” sangat populer hingga sekarang.

Duet Benyamin dan Ida Royani di lagu-lagu berlatar Betawi dengan iringan musik gambang kromong, juga mengangkat seni dan budaya Betawi yang nyaris jalan di tempat saat itu.

Banyak seniman-seniman Betawi saat itu. Tapi mereka hanya terlihat sangat tradisional di panggung-panggung lenong atau topeng. Satu-dua ada di layar lebar seperti Haji Bokir dan Nasir, tapi tentu saja tidak sepopuler Benyamin.

Di awal tahun 1970 an, duet Benyamin-Ida Royani menjadi duet paling laris dengan bayaran termahal. Ida benar-benar jadi rekan duet yang sangat pandai meladeni ceplas-ceplos Benyamin saat di panggung.

Dari musik, Benyamin dan Ida Royani lantas bergeser ke layar lebar sebagai pasangan kekasih. Film pertama pasangan yang tidak pernah berhenti bertengkar di dunia nyata itu adalah “Biang Kerok” yang dirilis tahun 1972.

Tahun 1974, Benyamin dan Ida Royani bermain di 4  judul film sekaligus. Dari tahun 1972 sampai 1978, keduanya sudah bermain di 15 judul film. Film-film Benyamin dan Ida Royani juga dihiasi oleh duet lagu-lagu mereka.

Benyamin dan Film

Sukses di musik, Benyamin mulai melirik dunia film. Ia pertama ikut bermain dalam film “Honey, Money and Djakarta Fair” karya Misbach Yusa Biran di tahun 1970. Sampai tahun 1972, Benyamin masih bermain dalam film-film yang tidak mengekplorasi kegilaannya sebagai komedian.

Tahun 1972, Benyamin baru main dalam film komedi berjudul “Biang Kerok” dan mulai memposisikan dirinya sebagai bintang komedi. Namun, di tahun yang sama, Turino Djunaidy menawarnmya bermain dalam film “Intan Berduri”.

Benyamin, sosok penuh banyolan itu, justru mendapatkan Piala Citra Aktor Terbaik karena akting serius lewat film ini dalam Festival Film Indonesia (FFI) 1973.

Piala Citra kedua sebagai Aktor Terbaik kembali ia terima dalam FFI 1977, lagi-lagi dalam peran serius yang ia mainkan di film “Si Doel Anak Modern”.

Film-film Benyamin meninggalkan kesan yang mendalam bagi penggemarnya, bahkan hingga hari ini. Tidak banyak orang yang mengingat film-film serius Benyamin ketimbang deretan film komedinya bersama Mansur Syah, Eddy Gombloh, Hamid Arief, Wolly Sutinah, Ida Royani, Connie Sutedja dan Ratmi B-29.

Selain sebagai bintang film, Benyamin juga mendirikan rumah produksi PT Jiung Film yang memproduksi film-film dan sinetron yang ia perankan. Apalagi di tahun 70 an itu, permintaan film dalam negeri begitu besar.

Saat sinetron mulai meramaikan kehadiran televisi swasta di tahun 1990 an, Benyamin ambil bagian dalam produksi sinetron berlatar kehidupan Betawi “Si Doel Anak Sekolahan” yang tayang di RCTI tahun 1994. Ia memerankan tokoh Babe Sabeni yang melegenda.

Sinetron besutan Rano Karno itu menjadi salah satu masterpice karya sinema elektronik Indonesia yang diputar berkali-kali di RCTI, namun masih tetap menjaring banyak penonton.

Sampai sekarang belum ada sinetron Indonesia dengan cerita dan akting senatural bintang-bintang “Si Doel Anak Sekolahan”. Benyamin memberi warna luar biasa dalam sinetron “Si Doel Anak Sekolahan” ini.

Sutradara Syumandjaya pernah menyebut Benyamin sebagai bintang yang “sombong dan tidak pernah mau membaca skenario”. Semua sudah ada di kepala, tiap diminta menghafal skenario. Tapi saat berakting, Benyamin jauh lebih baik dari yang lain. Dia jago berimprovisasi.

Ben dan Bing

Selain Benyamin S, kita juga harus menyebut nama Bing Slamet sebagai seniman serba bisa yang pernah dimiliki Indonesia. Benyamin dan Bing memiliki ikatan bathin luar biasa. Ben bahkan menyebut Bing sebagai gurunya.

Memang harus diakui, sejak terjun di dunia musik, Benyamin ingin seperti Bing Slamet. Hal tersebut dapat dilihat dari pilihan lagu dan gaya keduanya yang nyaris sama.

Keduanya bisa bergaya lucu, namun juga bisa bernyanyi serius dengan suara bariton mirip Sam Saimun atau Bing Crosby.

Bing dan Ben juga sejalan dikenal sebagai bintang film komedi. Rata-rata film yang mereka bintangi juga memasang nama mereka di depan judul. Misalnya “Bing Slamet Dukun Palsu” atau “Bing Slamet Koboi Cengen”.

Nah, Benyamin juga punya film “Benyamin Biang Kerok”, “Benyamin Tukang Ngibul” dan “Benyamin Brengsek”. Begitu percayanya produser akan nama keduanya yang bisa memancing penonton datang ke bioskop.

Tahun 1973, Benyamin dan Bing Slamet main bersama dalam film berjudul “Ambisi”. Film komedi ini menggambarkan dunia hiburan, mulai dari radio swasta, industri rekaman, hingga pertunjukan panggung.

Benyamin pertama kali kenalan dengan Bing Slamet saat band mereka sama-sama main di Night Club Nusantara di daerah Harmoni, Jakarta. Benyamin sangat mengidolakan Bing Slamet. Ia banyak belajar dari Bing.

Sampai suatu ketika, saat membuat lagu “Nonton Bioskop” yang semula diberi judul “Malam Minggu”, Benyamin mendatangi Bing Slamet di Studio Dimita Records dan meminta idolanya itu untuk menyanyikan lagu tersebut.

Bing Slamet melihat lagu Benyamin bagus. Ia kembali meminta Benyamin yang membawakan lagu ciptaannya itu. Tapi Benyamin belum percaya diri. Ia mengaku bangga dan namanya akan ikut terangkat jika Bing yang menyanyikan lagu itu.

Bing menyanggupi. Dengan beberapa perubahan di lirik dan mengganti judulnya menjadi “Nonton Bioskop”, Bing pun merekam lagu ciptaan Benyamin tersebut. Lagunya populer.

Setiap kali menyanyikan lagu itu di panggung, Bing Slamet tak lupa memberitahukan bahwa lagu “Nonton Bioskop” merupakan ciptaan adiknya, yakni Benyamin S. Betapa bangganya Benyamin.

Benyamin bercerita bahwa Bing Slamet pernah menasehati dirinya agar tampil orisinil, apa adanya. Dia dilarang menjiplak gaya Bing Slamet. Benyamin sadar. Tumbuh rasa percaya dirinya.

Benyamin makin mengeksplorasi kemampuan dirinya yang tidak dipunyai orang. Ia menciptakan banyak lagu yang kemudian dinyanyikan sendiri. Ia menuruti betul nasihat Bing Slamet. Seperti itulah didikan Bing Slamet kepada Benyamin.

Sekali waktu, kalau kita ke TPU Karet Bivak, Jakarta, terlihat makam Bing Slamet bersebelahan dengan makam Benyamin S. Bing wafat tahun 1974, sementara Ben tahun 1995.

Semasa hidup, Benyamin memang pernah berpesan kepada anak-anaknya agar kelak dikubur bersebelahan dengan makam orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya.

Ikon Budaya Betawi

Bersyukurlah masyarakat Betawi memiliki Benyamin S. Benyamin mempopulerkan musik Betawi dengan menyatukan unsur-unsur bebunyian musik tradisional gambang kromong dan tanjidor dengan musik jazz, pop, dan dangdut.

Lagu-lagu Benyamin seperti “Nonton Bioskop,” “Biang Kerok,” “Hujan Gerimis,” dan “Kompor Meleduk” menjadi ikon musik Betawi dan tetap populer hingga saat ini.

Karya-karya Benyamin dalam musik dan film, menghibur banyak orang dan menjadi bagian dari sejarah seni Betawi.

Tidak hanya di tanah air, di Malaysia, nama Benyamin juga sangat dikenal. Sebagai penyanyi, Benyamin sudah manggung di negeri jiran itu sejak akhir tahun 1960 an.

Benyamin juga meninggalkan Bens Radio yang memutar lagu-lagunya, termasuk menghidupkan terus budaya Betawi sebagai sumbangsih terakhirnya.

Demi mengenang jasa-jasanya dalam mengenalkan budaya Betawi, nama Benyamin Sueb dijadikan sebagai nama salah satu ruas jalan di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.

Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga membuatkan museum khusus untuk mengenang berbagai kontribusi Benyamin bagi kebudayaan Betawi. Museum Benyamin S itu berada di Taman Benyamin Sueb di daerah Jatinegara, Jakarta Timur.

Loading ...
Scroll to Top