
RADIOPENSIUNAN.COM
Oleh sebab dinilai radio siaran mulai menghilang maka berbondong lah awak radio dari seluruh nusantara datang ke Jakarta pada 15 November 2025. Ratusan jumlahnya. Lewat gelaran dengan nama Radio Summit 2025 para penyiar, pengelola bahkan pemilik stasiun radio unjuk diri lewat data dan rencana program ke depan.
Maka sejumlah biro iklan, antara lain Atlas dan Matari, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ubaidilah, serta pemerintah, diwakili Deputi Bidang Kreativitas Media, Agustini Rahayu, datang memberi semangat bahwa radio siaran masih dibutuhkan.
Tidak dipungkiri, banyak pendapat menilai bahwa radio siaran saat ini dalam posisi sunset. Sebetulnya, bukan hanya radio siaran yang kondisi kehidupannya sedang tidak baik-baik saja tetapi media cetak dan televisi pun babak belur. Salah satu penyebab kondisi ini adalah munculnya internet dan media baru digital yang membuat banyak orang mengubah cara mengkonsumsi informasi dan hiburan.
Sunset, jika meminjam istilah menjelang tenggelamnya matahari maka bukan berarti mati sebab besok pagi sang surya muncul lagi. Semaput? Bolehlah. Tapi cocoknya, radio sedang loyo. Obatnya gampang, kasih “vitamin” niscaya nyanyi lagi.
Simaklah sejarah tentang perjalanan hidup radio siaran. Bukan hanya menarik tapi juga unik. Radio siaran diramalkan mati bukan hanya kali ini tetapi sejak kemunculan gambar bergerak alias televisi sudah terjadi. Ketika pesawat televisi muncul maka banyak orang memperkirakan radio siaran akan habis tidak lagi didengar orang. Ternyata tidak, radio terus mengudara.
Ketika pita kaset berisi rekaman musik dan lagu muncul secara luar biasa dan murah orangpun menduga tidak lagi ada yang mendengarkan radio. Orang akan pilih mendengarkan musik lewat cassette player karena bisa suka-suka pilih lagu sendiri tidak harus tunggu acara pilihan pendengar di radio. Perusahaan rekaman, ketika itu, justru butuh radio siaran untuk mempromosikan artisnya. Perusahaan elektronik menempelkan radio pada pemutar kaset dan dikenallah radio compo. Begitu juga ketika compact disc (CD) muncul radio siaran tetap ada.
Sekarang, ramalannya juga cukup menyeramkan. Kehadiran internet akan mengubur radio siaran karena, salah satunya, smartphone mampu menghadirkan semua yang ada pada radio. Tetapi juga terjawab, radio menggandeng internet dalam bentuk radio internet atau radio streaming. Yang bermain di jalur frekuensi pun mulai menstreamingkan siarannya walau belum seluruhnya melakukan.

Penyiar Harus Manusia
Dari Radio Summit 2025 muncul banyak catatan, antara lain bahwa kesuksesan radio siaran sangat berkaitan dengan kemampuannya menyesuaikan dengan teknologi baru dan kreatifitas pengelolanya. Jika menyimak perjalanan perkembangan radio siaran di dunia adanya perubahan teknologi bukan berarti ganjalan untuk berkembang atau beradaptasi. Perubahan tidak harus ditakuti tetapi diterima dan bergandengan tangan, saling isi. Radio sudah terbukti adalah media yang dinamis dan peka terhadap perubahan.
Dari pemaparan tentang teknologi akal imitasi (AI), misalnya, betapa dahsyat perkembangannya dapat mengecoh mata dan telinga manusia. Diakui AI dapat dipakai mewakili manusia dalam berbagai produksi termasuk di radio dari mengatur lagu sampai siaran. Namun, seperti ditegaskan Raditya Hardanto dari Mahaka radio yang sudah memanfaatkan AI, menggunakannya adalah keniscayaan tetapi satu hal penyiar radio seharusnya dilakukan oleh manusia. Audio AI dapat disamakan atau menyamai manusia tetapi tidak dapat menggantikan.
Menarik juga paparan Ramya Prajna dari Founder OLLO bahwa setiap perkembangan teknologi tidak serta merta meninggalkan konten lama. Menurutnya, radio siaran sendiri pada dasarnya sebuah teknologi di bidang media. Dan, setiap teknologi pasti melahirkan bentuk konten baru tetapi tetap membawa bentuk konten lama. Saat ini sudah banyak teknologi infrastruktur yang lebih baru dan perlu diadopsi untuk melahirkan jenis konten baru sambil tetap membawa jenis konten lama yang masih relevan.
Radio Pensiunan
Sebagai radio baru yang usianya belum tiga tahun dan tidak bermain di ranah frekuensi seperti peserta lainnya, Radio Pensiunan nekat datang dalam forum yang isinya para Macan Radio Indonesia ini. Tetapi, seperti diungkapkan Ray Wijaya dari Radio Pensiunan dalam forum Radio Summit 2025, tujuan keikutsertaan ini adalah untuk menimba pengetahuan, bagaimana perkembangan dunia radio di Indonesia. Mengharukan, ternyata sambutan ramah dan meriah didapat Radio Pensiunan dalam Radio Summit 2025. Hal itu ditandai dengan dipilihnya, bersama empat radio lainnya, Radio Pensiunan naik panggung untuk menjelaskan apa dan bagaimana radio ini kedepan.
Radio Pensiunan murni bermain di ranah internet bukan frekuensi tetapi konsep siarannya tidak berbeda dengan radio konvensional. Yang membedakan pada Radio Pensiunan tidak memiliki tower antena dan mesin pemancar (TX) tetapi diganti dengan jaringan internet sehingga dimana ada internet maka siaran dapat diterima. Jangkauan siaran ini dapat dilihat dari Google Analytics yang mencatat jumlah pendengar Radio Pensiunan di berbagai negara termasuk di kota-kota Indonesia secara berkala.
Alasan Radio Pensiunan memilih bermain di ranah internet adalah, antara lain, tidak bisa dipungkiri bahwa layanan streaming telah merevolusi cara orang mengonsumsi konten, dan dominasinya akan terus berlanjut. Banyak contoh platform siaran yang sudah mengubah model penyiaran lama kemudian menawarkan konten berdasarkan permintaan dengan preferensi individu. Juga mencermati pendengar radio yang ingin menggunakan cara-cara mudah dalam mendengarkan siaran radio seperti melalui smartphone. Termasuk produk mobil baru yang dipastikan internet (media streaming) akan menjadi standard di dalamnya.
Alasan lainnya, Radio Pensiunan memilih bermain di ranah internet, karena pengelolanya sudah pensiun sehingga tidak punya duit untuk bayar listrik pemancar yang setiap bulannya bisa puluhan juta. Juga tidak punya stamina mengurus perizinan frekuensi yang begitu ruwet dan “mahal”. (Eddy Koko)