RADIOPENSIUNAN.COM – Bersyukur saya hidup di empat zaman radio. Setidaknya, ketika usia kecil, saya sempat mengenal RADIO TABUNG (Foto 1). Koleksi pribadi Radio PHILIPS buatan Belanda tahun 60-an ini menggunakan tabung sebelum adanya transistor. Fungsi tabung adalah untuk penguat RF atau penguat audio dan penyearah catu daya.
Radio Tabung
Sedikit repot menggunakan Radio Tabung karena perlu waktu beberapa menit ketika tombol “On” dinyalakan untuk sampai pada siaran radio terdengar. Suatu ketika, dari radio tetangga sayup-sayup terdengar lagu Kembali Ke Jakarta (Koes Plus), kemudian saya menghidupkan pesawat radio tabung yang ada di depan muka. Tetapi ketika pesawat radio sudah berhasil keluar suara, itu lagu Kembali ke Jakarta sudah selesai. Bahkan sudah muncul suara penyiar. Begitulah Radio Tabung. Butuh waktu untuk “panas” dulu.
Kemudian saya mengenal radio dengan konsep transistor (foto 2) sebagai pengganti tabung. Pesawat radio transistor tergolong modern karena begitu pencet “On” otomatis siaran radio langsung terdengar. Keluarga saya mempunyai radio transistor merk SANYO ketika itu, tahun 1963 yang siarannya masih di gelombang pendek atau SW.
Sejak kecil sampai kuliah bahkan saat bekerja radio transistor menemani saya sehari-har, seperti orang kebanyakan, tentunya. Dekade 70an booming radio amatir, radio gelap bermain di ranah MW, sebelum kemudian ditertibkan. Sebagai remaja yang suka musik, ketika itu, saya juga ikutan membangun radio amatir gelap menggunakan antena sederhana dengan tingkat radiasi tinggi. Siaran di short wave (SW) naik tingkat ke medium wafe (MW) pada dekade 70an.
Radio World Space
Tahun 1981 siaran menggunakan gelombang FM (frequency modulation) di Indonesia dimulai oleh Stasiun Radio Suara Irama Indah, Jakarta. Kemudian hari, hampir semua stasiun radio di gelombang MW pindah ke jalur FM karena lebih jernih siarannya.
Saya yang sejak 1981 berkecimpung di media cetak sebagai wartawan tiba-tiba mendapat tawaran bekerja di Radio Trijaya FM tahun 2002. Saya buta siaran radio tetapi karena bidang pekerjaannya mengelola bagian pemberitaan maka saya terima tawaran Pak Fully (Dirut Radio Trijaya). Sambil mengelola pemberitaan saya mengintip kinerja radio siaran. Tahun inilah saya mengenal Radio Satelit (worldspace) yang digunakan Radio Trijaya dan beberapa radio besar di Jakarta.
Melalui WorldSpace siaran Radio Trijaya dipancarkan ke sebagian wilayah di Asia dan Australia. Menggunakan pesawat penerima radio world space (foto 3) pendengar di Hongkong, Australia dan pelosok Nusantara mampu mendengarkan siaran Radio Trijaya Jakarta. Memanfaatkan pancaran world space kemudian Radio Trijaya mengembangkan sayap membangun studio Radio Trijaya di Medan, Surabaya, Bandung, Yogya dan Semarang untuk siaran bersama.
Tidak semua orang bisa membeli pesawat penerima radio world space karena relatif mahal. Maka untuk mendengarkan siaran Radio Trijaya Jakarta (nasional) masyarakat setempat dapat melalui jaringan radio-radio di daerah Medan, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Jaringan radio daerah tersebut menangkap siaran dari Radio Trijaya Jakarta kemudian disiarkan lanjut (relay).
Perusahaan yang memproduksi radio penerima world space ketika itu adalah Panasonic, JVC, Hitachi, Sanyo kemudian belakangan muncul Polytron. Juga produk Korea Selatan mulai masuk Indonesia menggunakan merk AMI (foto 3).
Namun radio world space tidak populer meskipun banyak siaran menarik dari luar negeri. Misalnya siaran musik jazz, country, rock dan lainnya nonstop 24 jam. Untuk penggemar musik jazz siaran dari radio world space ini merupakan surga karena memutar lagu lagu jazz berkualitas. “Saya tidak pernah matikan siaran jazz radio World Space. Nonstop siang malam. Luar biasa siarannya, ” kata Benny Likumahuwa (alm) ketika itu.
Seiring meredupnya radio world space, tiba-tiba tahun 2006 saya mendapat tugas membangun sebelas jaringan Radio Trijaya dan Radio Dangdut Indonesia (RDI) grup MNC di Sumatera Selatan. Pengetahuan tentang radio bertambah karena saya tidak membuang kesempatan belajar ini. Untuk merelay siaran Radio Trijaya & RDI dari Jakarta tidak lagi menggunakan world space tetapi melalui Indovision Jenis TV Berlangganan ini juga memancarkan siaran audio saja selain film dan stasiun televisi Indonesia. Indovision dimanfaatkan radio-radio besar Jakarta untuk menjangkau pendengar di daerah. Tidak semua orang mampu berlangganan Indovision maka melalui radio jaringan di daerah siaran radio Jakarta dapat dinikmati.
Radio Internet
Setelah berhenti dari Radio Trijaya tahun 2014, saya memang tidak bekerja di radio siaran lagi. Namun saya tidak berhenti mencermati radio dengan perkembangannya, kemudian mengajarkan kepada mahasiswa, antara lain di Kampus Universitas Sriwijaya Palembang. Dari membaca perkembangan radio siaran di berbagai negara, prediksi ke depan, diskusi dengan teman-teman radio yang tetap optimis ditambah kecintaan pada dunia radio, maka saya membangun Radio Pensiunan, Januari 2023.
Radio Pensiunan yang saya bangun ini merupakan radio internet, streaming melalui “frequency” atau “gelombang” www.radiopensiunan.com atau aplikasi Android & IOS. Pendengarnya bukan hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai dunia yang jumlahnya terdata di Google Analytic. Pada satu tahun siaran pendengar Radio Pensiunan mencapai 283 ribu lebih.
Pengelolaan Radio Pensiunan tidak berbeda dengan radio konvensional yang dikenal masyarakat selama ini. Tetap ada studio seperti radio konvensional dengan mixer, mic, lagu-lagu dan penyiar. Bedanya, siaran radio analog dipancarkan menggunakan transmiter TX sedangkan radio streaming menggunakan jaringan internet. Jadi, dimana ada internet di situ Radio Pensiunan dapat didengarkan. Dimana pun.
Saya hendak bercerita pengalaman di empat zaman alat penerima siaran radio dari radio tabung, transistor, world space dan sekarang internet. Pesawat Radio Internet (foto 4) hadir pada zaman now, bentuknya tidak beda dengan radio transistor. Tetapi radio internet memiliki layar seperti pesawat handphone (HP). Pada layar sudah tersedia logo ribuan stasiun radio di dunia, termasuk Indonesia. Radio Pensiunan ada di antara radio sedunia tersebut.
Pendengar tinggal memilih nama atau logo stasiun radio menggunakan remote, bisa juga pencet tombol langsung di pesawat radio internet, seketika terdengar siarannya. Hanya radio streaming yang ada di pesawat radio internet. Saya beli langsung dari China karena belum ada di Indonesia.
Ada perbedaan era radio world space di Indonesia ketika itu dengan radio internet sekarang. Dulu, hanya beberapa stasiun radio besar memanfaatkan teknologi radio world space padahal pesawat radio sudah diproduksi. Sekarang bukan hanya stasiun radio besar memanfaatkan pancaran streaming tetapi stasiun radio di daerah-daerah sudah menggunakan dalam siarannya. Sebagian besar radio analog, masih menggunakan frequency, tetapi dilengkapi streaming. Sekarang, siaran radio streaming banyak tetapi belum ada yang menjual pesawat radio internet. Namun tidak masalah karena radio streaming dapat ditangkap siarannya menggunakan HP.
Pada masa depan radio streaming akan menggantikan konsep siaran radio analog. Radio analog pada akhirnya menjadi sejarah karena tidak efektif dan mahal. Tidak ada lagi orang menenteng radio transistor dan biaya bayar listrik pemancar bikin pengelola megap-megap.
Begitulah zaman berjalan. Jangan melawan zaman. Jadikan zaman sebagai kawan. Niscaya kita akan gembira.
Eddy Koko
Praktisi Radio Streaming