Related posts
Penasaran dengan Radio Pensiunan, dua pekan lalu, saya akhirnya memenuhi undangan Eddy Koko, sang penggagas radio tersebut, untuk bertandang ke rumahnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan.
Di sana, selain bertemu dengannya, saya juga bertemu dengan kawan-kawan yang pernah bergulat di dunia radio dan media cetak, sebagian pernah aktif di Radio Trijaya, baik yang berstatus resmi sebagai tim redaksi maupun produksi, juga Agus Widyanto.
Kami pun ngobrol ngarol ngidul sejak pagi hingga menjelang petang.
Agus Widyanto kini berstatus pensiunan seperti saya. Dulu dia pernah aktif sebagai wartawan Suara Merdeka dan Pemred Solo Pos. Kini dosen.
Para wartawan di Radio Trijaya biasanya mengisi acara Jakarta First Chanel mewawancarai narasumber, mulai dari anggota DPR, pakar, menteri dan orang-orang penting lainnya membahas isu-isu aktual, mengembangkan berita-berita yang dimuat di berbagai surat kabar yang terbit hari Rabu.
Saya sendiri di radio itu menjadi pemandu acara (moderator) talk show “Bincang Sabtu” di Restoran Mario Place yang belakangan pindah ke ujung Jl Gondangdia dan Jl Cikini Raya.
Kalau tidak salah hitung, dua atau tiga tahunan saya memandu acara yang terselenggara berkat kerja sama antara koran “Media Indonesia” dan Trijaya.
Setelah koran “Sindo” terbit, kami pun berpisah. Media Indonesia meneruskan acara talk show tersebut bekerja sama dengan Radio Ramako dengan tajuk “Obrolan Sabtu”. Tempat siaran masih sama di Marios Place, Menteng Huis, Jl Cikini Raya. Saya dipercaya memandu acara tersebut.
Eddy Koko yang waktu itu produser “Bincang Sabtu” Trijaya melanjutkan acara yang sudah kami rintis dengan tajuk “Polemik”. Sang pemandu acara tentu bukan lagi saya, melainkan Putra Nababan.
Acara “Polemik” juga berlangsung di restoran yang jaraknya hanya selemparan batu dari tempat kami siaran di ujung Jl Cikini. Persisnya di Restoran Warung Daun depan Taman Ismail Marzuki.
Nah, saat saya bertemu Eddy Koko di rumahnya, dia lalu buka-bukaan yang terus terang saya tidak tahu ternyata saat itu dia pernah “mengerjai” kami.
Bincang Sabtu (Ramako-Media Indonesia) digelar pukul 10:00, sedangkan siaran “Polemik” lebih awal pukul 09:00. Kalau kebetulan kami mengundang narasumber yang sama seperti menteri misalnya ternyata “Polemik” juga mengudang orang yang sama.
Ini pengakuan Eddy Koko, lho. Ia bahkan sengaja mengatur “strategi” agar narasumbernya membatalkan diri tidak hadir di acara yang sudah kami siapkan.
Caranya? Ia minta agar para wartawan yang hadir melakukan “door stop” selama mungkin dengan si narasumber. Atau paling tidak telat ikut talk show di acara kami di Radio Ramako yang on air pukul 10:00.
Harap maklum, itulah persaingan di industri media. Ibarat bus kota zaman Arion, Saudaranta, Pelita Mas Jaya masih eksis di Jakarta, berusaha saling mendahului rebutan penumpang. Hehehe.
Itu cerita suka duka sebelum pensiun. Setelah pensiun dan Eddy Koko merintis Radio Pensiunan, ia malah menawarkan kepada saya untuk mengisi program di radionya yang bisa diakses di www.radiopensiunan.top atau aplikasi RADIO PENSIUNAN di Google Play.
Lewat obrolan kami di hari Minggu itu, maka kami pun bersepakat coba-coba. Tanya ini dan itu. Mic apa yang bagus untuk siaran dan merekam suara?
Eddy Koko menunjukkan kepada saya Google Analytics Radio Pensiunan. Eh, pendengarnya ternyata sudah banyak.
Terbanyak pasti di Indonesia. Ada pula yang menyimak dari Amerika, Spanyol, China, dan lain-lain. Pendengar terbanyak berusia 50-54 tahun, berarti menjelang pensiun.
Lha, saya membawakan acara apa? Saya lalu diberi software perekam suara. Eddy lalu minta saya merekam suara seolah-olah saya sedang siaran.
Saya bilang nggak pede dengan suara saya. “Kalau dengar suara sendiri, semua juga begitu, nggak pede dengan suaranya sendiri,” kata teman yang lain.
Beberapa hari setelah ngobrol-ngobrol di hari itu, saya coba merekam suara saya sendiri seolah-olah sudah siaran. Hasilnya? Ih, nggak pantes. Saya lalu hapus. Malu dengan diri sendiri. Coba lagi. Saya kirim ke Eddy Koko.
Dia bilang bagus. Ah, menghibur sesama pensiunan, nih?
Lewat grup WA, tim Radio Pensiunan sepakat memberi saya program acara Nostalgia Pensiunan.
Untuk promo, saya diminta membaca script Radio Ekspose. Saya coba baca. Berulang-ulang. Gagal. Nggak pantes (wagu).
Tapi, ya, sudah itulah kemampuan yang bisa saya lakukan. Rekaman suara saya kirim ke grup WA setelah saya coba kirim beberapa contoh suara saya. Eh, disetujui. Hasilnya, silakan klik eflyer video di bawah.
Maka saya bakal jadi pensiunan yang melakukan kegiatan sukarela dengan sukacita. (Gantyo Kuspradono)
