BERITA PENSIUNAN –
Post power syndrome atau retirement syndrome termasuk masalah kesehatan mental yang kerap menyerang lansia. Apa yang perlu diketahui mengenai sindrom ini?
Post power syndrome adalah kondisi kejiwaan yang umumnya terjadi pada orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan, yang menimbulkan penurunan harga diri (self-esteem) pada orang tersebut.
Masalah mental yang umum pada lansia ini memiliki istilah lain, yakni retirement syndrome.
Menurut Citra Hanwaring Puri, S.Psi, seorang psikolog dari RS Jiwa Daerah Surakarta, Jawa Tengah, kata “power” pada kondisi ini bukan mengarah pada kekuasan, maupun pekerjaan.
Kata “power” ini merujuk pada sosok aktif atau banyak kegiatan, yang kemudian menjadi berkurang kegiatannya secara mendadak sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.
Jadi, dapat Anda simpulkan bahwa seseorang yang mengalami retirement syndrome tidak bisa menerima perubahan yang terjadi.
Perubahan yang terjadi menyangkut banyak aspek, tidak hanya aktivitas, tapi juga kekuasan, harta, koneksi, dan lain sebagainya.
Mengapa lansia rentan mengalami post power syndrome?
Siapa saja bisa mengalami sindrom ini. Akan tetapi, lansia ialah kelompok usia yang paling rentan.
Pasalnya, seiring memasuki masa pensiun, lansia juga mengalami penurunan fungsi tubuh terkait proses penuaan.
Setiap orang menghadapi masa pensiun dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang merasa senang karena bisa terbebas dari pekerjaan dan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama anak dan cucu.
Namun, ada pula yang merasa kebingungan dan gelisah karena beranggapan bahwa masa pensiun merupakan masa yang menakutkan dan penuh ketidakjelasan.
Orang yang menghadapi masa pensiun dengan pikiran negatif inilah yang bisa menyebabkannya mengalami retirement syndrome.
Selain masa pensiun, orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja, termasuk PHK karena COVID-19, atau figur publik yang hilang ketenarannya juga berisiko dengan kondisi ini.
Penyebabnya tidak hanya itu. Ada juga faktor lain yang mendukung post power syndrome sebagai berikut.
- Hanya menguasai satu bidang pekerjaan, ketika tidak bisa bekerja pada bidang tersebut, ia merasa kehilangan mata pencaharian.
- Punya jabatan penting dalam perusahaan dan takut kehilangan pengakuan publik ketika harus berhenti bekerja.
- Ketika harus berhenti bekerja, ia mengkhawatirkan masalah keuangan untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari.
- Ketakutan akan pembalasan dendam orang yang bekerja saat bawah pimpinannya, ketika ia melepas jabatan.
- Khawatir akan keberhasilan yang selama ini ia bangun, akan hancur setelah ia berhenti bekerja.
Pada banyak kasus, post power syndrome menyerang orang dengan kepribadian yang selalu menuntut keinginannya untuk terpenuhi, senang dihormati dan mengatur orang lain, dan bangga dengan jabatannya.*****