RADIOPENSIUNAN.COM
Program : Pensiunan Punya Cerita
TERASI PASTA PRODUKSI RAKYAT YANG DAHSYAT
Materi siar : 10 Desember 2024
Host : Puspa & Mas Agus Awo
Coba bayangkan bagaimana jika tidak ada terasi ?
Menu masakan kita, utamanya sambal, bakal terasa hambar. Kelihatannya sepele, namun keberadaannya penting, terutama untuk masyarakat di bumi Nusantara mulai dari Jawa, Lombok, Maluku dan Bangka. Karena itu, kali ini kita kulik bumbu tradisional khas Indonesia yang disebut “Terasi”.
Terasi adalah bumbu masak yang terbuat dari fermentasi ikan dan/atau udang rebon dan bentuknya menyerupai adonan pasta serta berwarna hitam-coklat. Bahan bakunya adalah udang rebon, zooplankton dengan ukuran panjang 1 – 1,5 cm yang biasa hidup di permukaan dasar laut. Udang rebon memiliki tiga pasang kaki renang yang sempurna, tampak berbulu, dan memiliki panjang antena sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya. Sedangkan jenis ikan yang biasa dipakai untuk membuat terasi adalah ikan asin berukuran kecil yang disebut ikan selar atau ikan teri.
Secara umum terasi adalah sejenis pasta yang dibuat dari hasil fermentasi udang rebon, ikan teri atau campuran dari kedua bahan tersebut. Bahan penyedap masakan ini, pengaruhnya sangat dahsyat pada rasa makanan. Karena kedahsyatannya, terasi bukan hanya berkembang di Indonesia, tapi sudah mejangkauberbagai belahan dunia.
Jadi kalau dilihat dari bahan dasarnya, kita mengenal dua jenis terasi, yakni Terasi Udang dan Terasi Ikan. Untuk membedakan mana Terasi Udang dengan terasi Ikan adalah dari segi warnanya. Terasi Udang pada umumnya memiliki warna coklat kemerahan, sedangkan Terasi Ikan bewarna kehitaman.
Tentang asal-usul terasi, kebanyakan referensi menyebut sejarah terasi bermula dari penemuan Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana yang menjadi Sultan Cirebon I. Konon, terasi dijadikan sebagai upeti dari Cirebon yang pada waktu itu merupakan wilayah bagian di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda Galuh (Kerajaan Sunda Timur). Raja Galuh sangat menyukai bumbu penyedap yang ketika itu disebut “terasih” ini. Terasih berasal dari kata “asih” yang berarti suka atau cinta, diberi imbuhan ter- yang berarti sangat disukai.
Bagaimana kisahnya seoran pangeran bisa menemukan terasi? Itu dimulai dari hobi Pangeran Cakrabuana yang dikenal juga sebagai Mbah Kuwu, sering meluangkan waktu untuk mencari udang atau rebon. Hasil tangkapannya itu kemudian coba diolah dengan berbagai cara, sampai akhirnya ditemuka terasi.
Secara ringkas, terasi adalah proses fermentasi yang dimulai dengan pembersihan bahan baku (udang atau ikan teri), dihancurkan baru difermentasikan selama satu sampai empat pekan, dan kemudian dijemur selama 20 hari. Sekarang ini dalam proses pembuatannya sering ditambahkan garam dan gula merah agar mempengaruhi asam glutamate yang memberi rasa gurih (umami).
Hasil kreasi Pangeran Cakraningrat ini, diyakini menyebar ke berbagai wilayah. Beberapa bumbu masak yang mirip terasi ada di beberapa wilayah atau negara. Di Bangladesh disebut “Sidol”,Orang Thailand menyebutnya sebagai “Kapi”, di Malaysia terasi dikenal sebagai “Belacan”, sementara di Vietnam disebut “Mam Tom”, di Korea sebutannya “Saewoo Jeot”, istilah “Hom Ha” dipakai untuk menyebut terasi Cina, warga Filipina menamainya “Bangoong Alamang”, orang India menyebutnya sebagai “Galmo” dan orang Belanda menamakannya “Trassi” di Belanda.
Apakah ada kaitannya asal nama Cirebon dengan terasi?
Merujuk sumber sejarah Cirebon di situs kotacirebon.org disebutkan bahwa sebutan Cirebon berasal dari kata “Sarumban” yang kemudian berubah menjadi “Caruban” (artinya desa yang Bersatu padu). Sumber cerita itu adalah Babad Tanah Sunda dan Carita Purwaka Caruban Nagari. Namun dalam perkembangannya nama Caruban disematkan karena wilayah ini menjadi tempat percampuran berbagai suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan latar belakang yang berbeda. Para pendatang dari berbagai daerah datang dan menetap di sini, menciptakan komunitas yang beragam dan dinamis. Pelafalan kata “caruban” kemudian berubah menjadi “carbon” dan akhirnya menjadi “cerbon”.
Puspa : ada juga daerah2 yang bernama bernama Caruban, yaitu di Kecamatan Ringinarum, Kabupaten Kendal, dan di Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.
Ada pendapat lain tentang asal-usul kata Cirebon. Konon penyebutannya terkait dengan mata pencaharian masyarakatnya yang sejak awal adalah nelayan. Kemudian berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari Cai (air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.
Lantas apa manfaat terasi selain sebagai bumbu penyedap masakan ?
Ditilik dari sisi kandungan gizinya, setiap 100 gram terasi mengandung energi 155 kalori, kalsium 3.812 miligram, Kalium 821,4 miligram, karbohidrat 9,9 gram, lemak 2,9 gram, natrium 1.664 miligram, protein 22,3 gram, seng 2,4 miligram, dan zat-zat lain yang tidak berbahaya bagi tubuh. Terasi dipercaya sebagai sumber protein hewani yang sangat baik, kandungan protein 100 gram terasi setara dengan 16,2 gram kandungan protein pada udang segar.
Untuk kandungan zat besi yang dibutuhkan tubuh membentuk haemoglobin yang bertugas mengangkut oksigen dalam darah, setiap 100 gram terasi mengandung 2,2 miligran, setara dengan kandungan pada rebon kering, sebagai pembanding, rebon basah mengadung 21,4 miligram zat besi. Untuk Kalsium, setiap 100 gram terasi m2,306 miligram kalsium, sementara 100 gram udang rebon segar mengandung 757 miligram kalsium.
Yang penting diperhatikan saat mengkonsumsi terasi adalah memperhatikan waktu kadaluwarsanya, dan prosesnya. Beberapa penelitian menyarankan sebelum digunakan ada baiknya terasi digoreng, direbus, atau dibakar terlebih dahulu. Alasannya, ada kandungan toksik berbahaya bagi tubuh saat mengkonsusmsi terasi. Toksik tersebut ada kaitannya dengan kandungan bakateri patogen Vibrio parahaemolyticus dan Staphylococcus aureus pada ikan yang digunakan sebagai bahan baku membuat terasi. Namun, riset riset lainnya tidak menemukan bahaya kedua bakteri patogen pada terasi.
Mengenai kadaluwarsa, jika tidak dicantumkan pada kemasan, bisa memakai “feeling”. Publikasi atas penelitian Ayanta (2000)di Japanese Journal of Lactic Acid Bacteria, mengungkapkan terasi aman dikonsumsi selama kondisi penyimpanannya pada kondisi yang optimum. Umur simpan terasi juga harus diperhatikan, umumnya terasi dan “bangoong” memiliki umur simpan hingga setahun di suhu ruang (negara tropis). Sedangkan “belacan” memiliki umur simpan kurang lebih selama enam bulan. Jadi, selama penyimpanannya dalam keadaan yang baik terasi aman untuk dikonsumsi.
Terasi yang kita konsumsi sekarang sebagian besar adalah hasil produksi usaha kecil (UMKM) yang tersebar di beberapa daerah, meski yang terbesar ada di Cirebon. Daerah lain yang rakyanya memproduksi terasi adalah Bangka dan Belitung yang terkenal karena bahan bakunya hanya udang rebon tanpa dicampur dengan ikan. Terasi Bangka dikenal sebagai Terasi Banka dan Sijuk dari Belitung.
Daerah lain yang patut diperhitungkan dalam peta perterasian Indonesia adalah Lombok. Di Lombok, masyarakat membuat terasi dalam tiga versi, yaikni hanya dengan udang rebon, terasi ikan dan terasi campuran. Ciri dari terasi Lombok adalah warnanya yang gelap pekat dan beraroma gurih menyengat. Kemudian ada terasi yang dihasilkan dari Pulau Madura. Ada Kawasan yang disebut Desa terasi di Madura, yakni Desa Macajah Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan Madura Provinsi Jawa Timur.
Kabupaten Rembang di Provinsi Jawa Tengah juga dikenal sebagai salah satu sentra terasi yang patut diperhitungkan. Terasi produksi kabupaten di ujung Pantura Timur Jateng ini dikenal “polos” namun rasanya mantap karena dibuat secara tradisional dari udang rebon tanpa bumbu atau tambahan bahan lain. Terasi Rembang biasanya dikemas menggunakan bungkus daun pisang. (*)