RADIOPENSIUNAN.COM
Program Acara : Asal Usul
Episode : 18 Februari 2025
Topik : MENGULIK FENOMENA PENDUDUK YANG CENDERUNG MENUA
Host : Agus Awo & Puspa
Umur panjang adalah berkah yang patut disyukuri. Namun fenomena umur panjang masyarakat menjadi permasalahan yang banyak dibicarakan. Fenomena berkembangnya persentasi penduduk yang berusia tua dalam komposisi penduduk disebut dengan istilah Ageing Population (penuaan penduduk).
Kehadiran masyarakat berusia di atas 60 tahun yang dipopulerkan dengan sebutan Lansia (Lanjut usia) menjadi perbincangan yang ngeri-ngeri sedap. Tidak menarik tapi harus dipahami. Berbagai cara pandang, dimensi, tentang Ageing Population mencuat dalam wacana publik. Sayangnya, rasa khawatir terlihat mendominasi wacana tentang fenomena alamiah yang disebut penuaan penduduk.
Kekhawatiran yang menonjol adalah kalkulasi material bahwa generasi produktif harus memikul dua beban sekaligus: istilahnya Sandwich Generation. Menanggung anak, dan menanggung orang lanjut usia. Kekhawatiran yang bisa saja benar, tapi di lapangan bisa berbeda. Kenapa?
Mari kita runut dari awal.
Lansia atau orang lanjut usia diberikan kepada mereka yang usianya sudah di atas 60 tahun. Dasarnya adalah Penetapan Majelis Umum PBB pada 14 Desember 1990 berdasarkan Resolusi 45/106 yang berawal dari Aksi Internasional Wina tentang Penuaan. Sejak itu, setiap tanggal 14 Desember diperingati sebagai Hari Lanjut Usia Internasional (HLUI) yang didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mengobati penyakit sepanjang perjalanan hidup.
Di Indonesia Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) ditetapkan tanggal 29 Mei, mengambil momentum anggota tertua Badan Penyelenggara Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Dr KRT Radjiman Widiodiningrat, memimpin sidang BPUPKI. Tokoh yang lahir pada 21 April 1879 di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta, meski waktu itu sudah berusia 66 tahun mampu mengelola gagasan dan pemikiran cemerlang menjadi dasar filosofis negara Indonesia.
HLUN pertama dirayakan di Semarang pada 29 Mei 1996. Sementara Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia baru disahkan Presiden BJ Habibie pada tanggal 30 Nopember 1998. UU 13/1998 mengamanatkan bahwa program atau kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial, harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Meski sudah dirayakan dan didukung undang-undang, strategi implementasinya baru dinyatakan tahun 2021 melalui PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2021 TENTANG STRATEGI NASIONAL KELANJUTUSIAAN yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada pada tanggal 14 September 2O21.
Patut diketahui meski terminologi Lansia saat ini belum memakai standar tunggal. WHO mengelompokkan Lansia menjadi 4 glongan, yaitu:
Usia pertengahan (middle age = 45-59 tahun)
Lanjut usia (elderly = usia 60-74 tahun)
Lanjut usia tua (old = 75-90 tahun)
Usia sangat tua (very old = di atas 90 tahun).
Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) meklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu:
Lansia muda: Lansia yang berusia 60–69 tahun
Lansia madya: Lansia yang berusia 70–79 tahun
Lansia tua: Lansia yang berusia 80 tahun ke atas
Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) yang selama ini menjadi leading sektor penanganan Lansia, membuat istilah yang berbeda dalam pengelompokannya yaitu:
Lansia Pra-Lanjut Usia (Pra-LU): Lansia yang berusia antara 60-69 tahun.
Lansia Lanjut Usia (LU):
Lansia yang berusia antara 70-79 tahun.
Lansia Lanjut Usia Akhir (LUA): Lansia yang berusia 80 tahun ke atas.
Pengklasifikasian Lanjut Usia di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)-BKKBN sepertinya memiliki pengklasifikasian tersendiri. Untuk keterpaduan program dan memaksimalkan hasil kegiatan, pengklasifikasian yang Tunggal & komprehensif rasanya diperlukan.
Biarlah itu menjadi tugas Kemendukbangga yang sekarang menjadi leading sektor Pembangunan keluarga. Kita kembali isu benarkah bahwa Lansia akan menjadi beban generasi produktif?
Data tahun 2024 dari Kemendukbangga, populasi Lansia saat ini sudah mencapai 12% dari total jumlah penduduk Indonesia. Lima provinsi terbesar persentasi Lansianya adalah DIY (16,28%), jatim (16,02%), jateng (15,46%), Sulut (14,18%) dan bali (14,01%).
Apakah benar mereka menjadi beban bagi generasi produktif?
Mari kita kulik lebih jauh.
Yang pertama, hasil survey BPS menunjukkan: Mayoritas lansia tinggal di rumah dengan status milik sendiri atau milik anggota rumah tangga yang lain (92,38 persen), sisanya tinggal di rumah bebas sewa (5,72 persen), dan kontrak atau sewa (1,74 persen).
Yang kedua, tingkat keaksaraan Lansia dari indikator angka melek huruf (AMH), sebanyak 83,79 persen lansia dapat membaca dan menulis.
Yang ketiga, akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi sbb: Hampir separuh (49,27 persen) lansia yang menggunakan telepon seluler, sekitar satu dari empat (26,42
persen) lansia mengakses internet. Menurut kelompok umur, sekitar 24,06 persen lansia tua dan 40,53 persen lansia madya memiliki akses ke telepon seluler.
Yang keempat, Dengan bekerja, seorang lansia dapat dianggap mandiri dan berdaya guna jumlah lansia yang (terus) bekerja naik dari tahun ke tahun. Pada periode tahun 2015 hingga tahun 2024 persentase lansia bekerja naik dari 46,53 persen di tahun 2015 menjadi 55,32 persen pada tahun 2024. Lebih dari separuh lansia (52,19 persen) bekerja di sektor pertanian dan sekitar 2 dari 3 pekerja lansia (66,65 persen) bekerja dengan status berusaha sendiri maupun dibantu buruh dibayar atau tidak dibayar.
Yang kelima, lansia dengan rasio ketergantungan lansia sebesar 17,08. Ketergantungan meliputi banyak aspek, akonomi, fisik, dan sosial.
Yang keenam, saat ini ada 36,05% keluarga di Indonesia yang memiliki anggota Lansia. Namun perlu dicatat, 53,91% dari keluarga tersebut masih mengandalkan sumber kehidupannya dari Lansia yang sekaligus menjadi kepala keluarga.
Yang ketujuh, fenomena penuaan masyarakat terjadi karena Angka Harapan Hidup (AHH) yang terus membaik. Tahun 2014 AHH ada di 70,59 tahun, dan di tahun 2023 sudah di angka 73,93 tahun. Usia harapan hidup (UHH) di Indonesia pada tahun 1995 adalah 66 tahun.
Sebagai warga negara, kaum Lansia selain punya hak seperti pelayanan Kesehatan, pelayanan kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan, mendapatkan fasilitas sosial dan akses yang memungkinkan mereka bergerak, juga memiliki kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU 13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Kewajiban gtersebut meliputi:
Pasal 6 (1) Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peran dan fungsinya, lanjut usia juga berkewajiban untuk:
a. membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya terutama di lingkungan keluarganya dalam rangka menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya;
b. mengamalkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada generasi penerus;
c. memberikan keteladanan dalam rangka aspek kehidupan kepada generasi penerus.
Fenomena Ageing Population sejatinya adalah bonus demografi kedua, bonus setelah berkembangnya jumlah manusia produktif dan meningkatnya angka harapan hidup atau umur harapan hidup karena kondisi sosial ekonomi yang membaik. Peningkatan harapan hidup berarti bahwa lebih banyak orang hidup lebih lama dan mencapai usia lanjut.
Fenomena ini perlu dikelola agar tak terjadi dampak negatif dari fenomena ini.
Dampak yang perlu diantisipasi adalah:
– Tingkat Ketergantungan yang Meningkat.
– Kekurangan Tenaga Kerja.
– Perubahan dalam Struktur Keluarga: Fenomena ageing population juga dapat mempengaruhi struktur keluarga.
Jika mengingat urutan tembang macapat Jawa, mungkin Lansia berada pada tahapan tembang ke-8 sampai ke-11.
Berikut 11 tembang macapat yang menggambarkan atau menceritakan perjalanan kehidupan manusia.
1. Maskumambang Maskumambang menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu.
2. Mijil -Pola metrum ini merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.
3. Sinom -Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.
4. Kinanthi – Pada pola kinanthi ini dicertiakan tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud.
5. Asmaradana – Asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta.
6. Gambuh – Awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.
7. Dhandhanggula –Gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan.
8. Durma – Durma berasal dari kata darma. Pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama.
9. Pangkur – Pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa.
10. Megatruh – Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia.
11. Pucung – Pucung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi.