RADIOPENSIUNAN.COM
Acara : Asal Usul
Tanggal : 22 April 2025
Topik : Beberapa Sisi Unik Dari RA Kartini
Host : Puspa & Agus Awo
Sebagai lagu pembuka acara Asal Usul kali ini diperdengarkan tembang Ibu kita Kartini suara empuk penyanyi remaja harapan bangsa indonesia yaitu Claris. Tembang tersebut ciptaan WR Supratman yang juga merupakan pengarang lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Tahun ini, Hari Kartini jatuh pada hari Senin, 21 April 2025. Peringatan tersebut merupakan bentuk penghormatan pada Raden Ajeng Kartini, pahlawan nasional yang berjasa dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama akses pendidikan di era kolonial.
Sosok Kartini melekat dengan semangat emansipasi dan pemikiran yang maju melampaui masanya. Di balik citranya besarnya sebagai tokoh nasional, terdapat berbagai sisi unik yang menarik untuk diketahui dari Kartini.
Dilansir dari buku R.A. Kartini: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia karya Adora Kinara dan Sisi Lain Kartini terbitan Museum Kebangkitan Nasional, Kartini lahir pada 21 April 1879 dari keluarga priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah. Sang ayah adalah seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara setelah Kartini lahir.
Kakek dari pihak ayah adalah Pangeran Ario Tjondronegoro Adiningrat IV dan menikah dengan Gusti Kanjeng Ratu Ayu, putri kesepuluh dari Sultan Hamengkubuwana VI. Garis keturunan keluarga Bupati Sosroningrat ini bahkan disebut dapat ditarik hingga ke masa Kerajaan Majapahit, di mana nenek moyang Sosroningrat mengisi posisi-posisi penting di Pangreh Praja.
Kartini juga terus tumbuh dengan sifat serba ingin tahu yang menonjol. Hal inilah yang menuntun ia banyak membaca dan tampil cemerlang di pelajaran-pelajaran sekolah. Ia juga menjadi panutan adik-adiknya yang kelak turut membantu Kartini menjalankan sekolah perempuan miliknya.
Kartini mengenyam pendidikan di sekolah Europese Lagere School (ELS). Selain orang Belanda, orang pribumi yang boleh ikut sekolah adalah keluarga pegawai dan bangsawan.
Ayahnya menyekolahkan Kartini agar ia tidak tertinggal dengan anak-anak Barat. Kartini juga diberi pendidikan Bahasa Jawa, tata krama, hingga memasak dan menjahit.
DI ELS, Kartini terbilang pandai berbaur dan disukai teman-temannya. Ia bersifat luwes dan periang, karena ia merasa lepas saat bersekolah, tak perlu memusingkan aturan-aturan hidup bangsawan seperti saat di rumah. Meski aturan sekolah Belanda kerap diskriminatif ke pribumi, hal tersebut tak menyurutkan semangat Kartini untuk belajar.
Setelah lulus dari ELS dengan nilai yang cukup baik, Kartini berharap sang Ayah, yang berpikiran terbuka dibandingkan dengan pria-pria lain di masa tersebut, untuk dapat mengizinkannya melanjutkan pendidikan ke HBS Semarang. Ia berlutut di hadapan ayahnya dan meminta izin.
Meski demikian, ayahnya tak mengizinkanya. Sesuai dengan aturan kebangsawanan yang berlaku, Kartini yang kala itu belum genap 13 tahun harus menjalani masa pingitan selama 4 tahun. Di sana ia digembleng untuk menjadi puteri bangsawan melalui pendidikan cara bicara, cara bejalan, dan aturan-aturan lainnya.
Salah satu yang menghibur Kartini di dalam pingitan adalah buku-buku bacaan. Sang ayah pun berlangganan kotak yang berisi sejumlah buku sebagai bacaan Kartini.
RA Kartini jelas sangat suka membaca. Kegemarannya membaca membuatnya mampu menuangkan
gagasan dan cita-cita dalam bentuk tulisan yang rapi dan runtut. Hal itu tercermin di surat-surat RA Kartini kepada para sahabatnya di Belanda yang lebih dulu disusun dan diterbitkan di Belanda daripada di Indonesia. Kumpulan surat tersebut diterbitkan menjadi buku oleh J.H. Abendanon pada tahun 1911 dengan judul Door Duisternis tot Licht.
Buku itu kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh sastrawan pujangga baru, Armijn Pane dengan judul yang kita kenal sekarang, yakni Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku tersebut terbit di tahun 1922. Terdapat pula dua karya lainnya yang diterbitkan, yakni Kehidupan Perempuan di Desa dan Surat-surat dari Pulau Jawa.
Hal unik lainnya dari RA Kartini adalah hubungan yang akrab dengan kakaknya yaitu RMP Sosrokartono.
Kartono, demikian nama kecilnya, merupakan anak nomor tiga sedangkan Kartini anak nomor empat dari delapan bersaudara.
Budayawan Jepara Hadi Prayitno menuturkan jika Sosrokartono memberikan perhatian lebih kepada adik kandungnya RA Kartini. Sosrokartono membantu adiknya dalam memahami bahasa Belanda dan Melayu.”Kartono ini membimbing Kartini meraih mimpi dan keinginannya. Sosrokartono semakin sering memberikan bacaan bukan saja buku-buku, melainkan juga majalah dan surat kabar berbahasa Melayu dan Belanda,” terang Hadi yang juga penulis buku tentang Sosrokartono
Tahukah Sahabat Pensiunan bahwa sosok R.A. Kartini diabadikan di dalam mata uang rupiah? Rupanya, R.A. Kartini menjadi pahlawan Indonesia pertama yang ditampilkan dalam uang rupiah.
Menurut akun Instagram museum Bank Indonesia, R.A. Kartini dan Pangeran Diponegoro merupakan dua sosok tokoh pahlawan Indonesia yang pertama kali ditampilkan dalam uang pertama terbitan Bank Indonesia.
Sosok Kartini ada dalam mata uang rupiah pecahan Rp5 pada 1952 dan Rp10 ribu emisi 1985. Uang pecahan Rp5 mulai resmi beredar di masyarakat pada 2 Juli 1953. Namun pada 1961, pihak Bank Indonesia menarik kembali uang tersebut.
Jika diamati lebih detail, sosok R.A. Kartini nampak pada bagian depan sebelah kiri uang pecahan Rp5. Di samping itu, terdapat ukiran stilisasi dua burung dan motif kelok paku yang mengelilingi bagian tengah sehingga menyerupai bingkai.
Selang beberapa tahun, R.A. Kartini kembali muncul di bagian depan uang kertas nominal Rp10 ribu emisi 1985, yang akhirnya ditarik kembali oleh Bank Indonesia pada 1995.
Sosok Raden Ajeng (R.A) Kartini bukan hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia juga sosok cerdas yang merangkum kumpulan resep tradisional dalam sebuah catatan berbahasa Jawa. Semasa hidup, R.A Kartini sering menulis surat untuk teman-temannya di Eropa yang bercerita soal kisah hidupnya.
Kebiasaan RA Kartini menulis rupanya juga dipraktekkan di dapur. Ia mencatat bahan dan cara membuat masakan khas Jepara dan beberapa masakan kolonial yang merupakan resep keluarganya, keluarga Sosroningrat.
Resep-resep masakan itu ditulis dalam aksara Jawa kemudian ditulis lagi dalam bahasa Jawa. Takaran bahannya pun masih memakai alat ukur abad 20 seperti kati 0,6 kilogram, elo
dan cangkir. Catatan resep R.A Kartini sempat dibukukan oleh sang cicit, Suryatini N. Ganie.
Buku itu diberi judul Kisah & Kumpulan Resep PUTRI JEPARA Rahasia Kuliner R.A Kartini, R.A Kardinah dan R.A Roekmini pada tahun 2005. Agar lebih mudah dipraktekkan, takarannya disesuaikan dengan zaman sekarang.Begitu juga dengan rasanya yang sudah diuji sehingga wanita masa kini bisa mempraktekkannya dengan kondisi dapur dan bahan-bahan makanan saat ini.
Buku ini berisi 200 resep dengan koleksi hidangan yang banyak dipengaruhi kuliner Belanda, China, Arab dan Jawa Tengah.
Informasinya terbagi dalam 11 Bab yang meliputi Nasi, Sup, Salad, Ikan, Unggas, Daging, Kudapan Manis hingga Cake, Roti & Kue Kering. Di tiap resep disertakan copy resep asli dalam aksara Jawa dan bahasa Jawa.Beberapa contoh resep hidangannya antara lain masakan Jawa, lodeh bumbu digangsa, asem-aseman hingga gedang goreng. Juga ada makanan Belanda seperti pannekoek, puding, dan poffertjes. Tak ketinggalan hidangan Arab seperti jangan Arab atau sayur Arab.
Mengenai bahasan buku resep dari RA Kartini di acara Asal Usul terdapat interaksi studio dengan beberapa pendengar, sebagai berikut :
Mba Zoplo Hong Kong :
Digongso” dalam bahasa Jawa berarti “ditumis” atau “dioseng”. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan cara memasak makanan hingga setengah kering atau tidak berkuah. Contohnya adalah masakan gongso khas Semarang, yang sering dibuat dari babat sapi atau daging ayam.
Pak Wiro Maryanto – Merauke : DIGONGSO KALAU TDK SALAH DIGORENG TANPA MINYAK.
Berbudi Hartono – Bandung :
Kalo goreng tanpa minyak itu istilahnya di sangrai. Gongso justru kekuatannya di minyaknya, tanpa air.
Bertepatan dengan peringatan hari Kartini tahun 2025 ini Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji meluncurkan sebuah gerakan yang dikhususkan untuk para Ayah. Gerakan tersebut adalah Gerakan Ayah Teladan Indonesia atau GATI.
Wihaji mengatakan peluncuran GATI diinisiasi karena fenomena fatherless atau ketidakterlibatan peran dan figur ayah dalam kehidupan seorang anak baik secara fisik atau psikologis. Wihaji mengatakan angka Fatherless di Indonesia masih cukup tinggi.
“Salah satunya adalah menurut UNICEF 20,9% anak-anak Indonesia kehilangan ayah atau fatherless dan ini menurut saya penting sebagai kementerian yang menangani sumber daya manusia, khususnya berkenaan dengan hulu sampai hilir dari calon pengantin sama lansia,” tutur Wihaji dalam peluncuran GATI di Majalengka, Senin (21/4/2025).
Wihaji mengatakan GATI diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para Ayah agar lebih perhatian dengan anaknya. Wihaji mengatakan jangan sampai peran Ayah digantikan oleh telepon genggam yang digunakan anaknya.
“Ini menjadi inspirasi dan bapak-bapak lebih perhatian lagi sama anak-anak, kalau gak hati-hati orang tua mereka, bapak mereka, handphone itu, yang menjadi catatan kita, karena itu kita mengingatkan bersama-sama, saling mengingatkan,” tutur Wihaji.
Terdapat empat pendekatan yang akan dilakukan GATI sebagai program unggulan Kemendukbangga. Empat pendekatan tersebut antara lain:
1. Penguatan Layanan Konsultasi melalui Web siapnikah dan Satyagatra.
2. Pendekatan Komunitas, yakni melalui Konsorsium Penggiat dan Komunitas Ayah Teladan.
3. Pendekatan berbasis Desa/Kelurahan Ayah Teladan di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung Bangga) ini untuk menjangkau para ayah yang berada di desa.
4. Pendekatan basis sekolah yakni melalui kegiatan Sekolah Bersama Ayah di sekolah , di prioritaskan yang menjadi lokus sekolah-sekolah didalamnya terdapat Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) atau Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) dengan kegiatan kelas pengasuhan/parenting untuk para ayah