RADIOPENSIUNAN.COM
Program Acara : Pensiunan Punya Cerita
Edisi : 5 Nopember 2024
Host : Puspa
Nara Sumber : Agus Widyanto
PEMIMPIN ITU SOSOK YANG DIIMPIKAN DAN IDEAL
Di mata masyarakat awam, seorang pemimpin adalah sosok yang diimpikan, karena itu dalam bayangan masyarakat pemimpin adalah figure yang ideal. Bahkan ada yang masih percaya bahwa pemimpin itu “Manusia sempurna”. Karena itulah, jika masyarakat awam tahu tentang kekurangan pada diri seoramn pemimpin, kekecewaannya menjadi Panjang.
Kenapa muncul pandangan, pemahaman, pendapat yang seperti itu?Itu karena kisah kepemimpinan yang diajarkan orang tua dan guru adalah cerita hasil ramuan dari fakta sejarah, dongeng, mitos dan kekaguman. Dalam budaya Jawa, karya sastra para pujangga besar mulai dari Empu Tantular sampai ke Ronggowarsito, para pemimpin dan Satria digambarkan sebagai sosok yang nyaris sempurna.
Kali ini kita bedah sedikit karya R Ng Ronggowarsito yang berjudul “Serat Pamarayoga”. Di dalam kisah yang ini dituliskan bahwa pemimpin (yang waktu itu dalam konteks Kerajaan disebut ratu), memegang pemerintahan atas utusan Hyang Agung. Karenanya seoran ratu atau raja dilindungi tri loka buwana: pinandhita, bathara lan satriya. Pemimpin harus berwawasan luas, memiliki ilmu kanuragan, kadigdayan dan kawicaksanan.
Jati diri para pemimpin merupakan dharma (kewajiban) yang sangat berat, terbagi menjadi 8 hal, meliputi:
(1) Hanguripi, seorang pemimpin harus melindungi rakyat, menghormati dan menjaga perdamaian, sesuai undang-undang, sehingga timbul rasa percaya diri, untuk mencapai kehidupan yang layak.
(2) Hangrungkebi, bahwa seorang pemimpin harus berani berkorban jiwa, raga dan harta demi kesejahteraan bangsa. Mukti wibawa sebagai abdi masyarakat menjadi tanggung jawab yang harus diemban. Menghimpun kekuatan untuk membela rakyat dengan sasanti bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
(3) Hangruwat, berarti memberantas berbagai masalah yang mengganggu jalannya pemerintahan demi ketenteraman negara, misalnya mengurangi kemiskinan, membantu para penyandang cacat, memberikan pendidikan keterampilan para pemuda, meningkatkan ketakwaan, dengan harapan mendapatkan ampunan, membersihkan diri, agar Tuhan memberikan kemudahan dan solusi.
(4) Hanata, berarti ’menata’ bahwa para pemimpin harus menghayati falsafah njunjung drajating praja, berdasarkan konsep ’nata lan mbangun praja’, menegakkan kedisiplian, kejujuran, dan setia (loyal), demi kesejahteraan rakyat, dengan sasanti ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani, memberikan contoh, membangkitkan semangat karja dan berwibawa di depan rakyat, berpengaruh seperti dilansir dalam kepemimpinan Pancasila. Rakyat diberikan kesempatan untuk memanfaatkan potensi alam milik negara, sesuai dengan amanat UUD 45.
(5) Hamengkoni, ’memberi bingkai’, agar persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga. Pemerintah memberikan kemerdekaan (kebebasan terbatas), kepada rakyat untuk berusaha memanfaatkan potensi dalam negeri, dan menjalin bekerja sama dengan negara lain tanpa intervensi.
(6) Hangayomi, ayom berarti ’lindung’, ’teduh’. Hangayomi berarti memberikan perlindungan kepada rakyat, agar merasa aman, bebas mencari nafkah di bawah naungan wahyu Ilahi. Untuk menjaga kewibawaan bangsa pemimpin berkewajiban melindungi rakyat. (7) Hangurubi, membangkitkan semangat kerja kepada rakyat, untuk mencapai kesejahteraan hidup. Rakyat berharap kesejahteraan terpenuhi, berpegang pada perilaku adil, jujur dan setia membela kebenaran. Rasa asih dan asuh menyertai dalam membina hubungan dengan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, tatap berpegang pada sabda pandhita ratu. Bahwa seorang pemimpin harus setia pada ucapannya.
(8) Hamemayu, menjaga ketenteraman negara, dengan keselarasan dan keharmonisan berlandaskan saling percaya menjauhkan diri dari sifat curiga, demi memperbaiki tatanan pemerintahan.
Sementara itu Sri Ajipamasa, ketika akan lereh kaprabon, berpesan kepada putranya bahwa seorang raja harus berpegang pada Pancapratama, meliputi:
(1) mulad, bahwa sebagai pemimpin harus waspada dan hati-hati terhadap para punggawa
(2) amilala, melindungi dan melayani, memberikan hadiah kepada punggawa yang setia, loyal dan berjasa.
(3) amiluta, mengambil hati punggawa dan rakyat, dengan harapan dapat memberikan ketenangan jiwa.
(4) miladarma, bahwa pemimpin harus bijak, sehingga tidak ada yang dirugikan, demi kesejahteraan dunia, atau mamayu hayuning bawana, dan
(5), parimarma, dalam arti welas asih, sabar dan pemaaf.
Kriteria tersebut bila diamalkan insya Allah negara akan tenteram dan damai. Selain itu dikatakan bahwa seorang pemimpin juga harus mengamalkan pancaguna, untuk menjaga kesejahteraan negara beserta isinya, dengan ilat, ulat, ulah, asih lan asuh. Ilat berarti menjaga ucapan, ulat meunjukkan keramahan dan memperhatikan sikap kepada para punggawa. Ulah merupakan tingkah laku yang pantas tinulat (diteladani).
Sebab pemimpin selalu menjadi kaca benggala bagi rakyat yang mendambakan ratu adil, yang tersembunyi dalam pudhak sinumpet (kuncup bunga pandan). Asih mengandung arti ’menyayangi’. Pemimpin harus menyayangi santana, punggawa dan kawula. Sedangkan asuh, bahwa seorang pemimpin harus ’ngemong’, masyrakat harus diperlakukan sama tanpa mban cindhe mban siladan.