Ini kisah cinta kakek dan nenekku yang berawal dari secangkir kopi. Di sebuah kota kecil yang terletak di pinggir hutan, Tomo kakekku mengelola kedai kopi kecil yang menjadi favorit masyarakat setempat. Kakekku sangat mencintai pekerjaannya dan selalu berusaha untuk membuat kopi terbaik. Kakekku seorang pemuda berwajah biasa dan juga bukan orang kaya raya. Namun Tomo memiliki ketekunan bekerja dan rasa cinta terhadap pekerjaannya sebagai pengelola kedai kopi. Kedai kopi itulah dunianya.
Suatu hari, seorang wanita cantik bernama Nurlaila datang ke desa itu karena akan menjual rumah dan sawah warisan keluarganya yang memang kaya raya. Karena merasa bosan harus menunggu notaris yang mengurus sertifikat aset keluarga maka Nurlaila datang ke kedai kopi Tomo kakekku.
Nurlaila yang kemudian menjadi nenekku itu memang memiliki aura yang sangat menarik dan membuat kakekku Tomo langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Di kedai kopi itu mereka saling bertatapan, dengan wajah cemas kakek berharap bisa berbincang banyak dengan nenek yang saat itu cuek, terlihat jelas ekspresi bosan di wajahnya dan tak terlihat tertarik sama sekali. Di tengah situasi perbincangan yang membisu, kakek membuka percakapan
” Aku akan masukkan sedikit garam untuk secangkir kopi ini?” Semua orang yang ada di sekitar kakek dan nenek keheranan. Untuk apa garam dimasukkan ke dalam secangkir kopi?
Hal tersebut berhasil menarik perhatian nenek. “Untuk apa kau menaruh garam di dalam kopi itu?” tanya nenek.
“Oh… ini hanya sebuah kebiasaan lama ayahku. Dulu aku tinggal di sebuah desa dekat pesisir pantai. Di sana kami biasa menambah garam pada kopi agar tetap ingat pada laut, tempat tinggal kami. Dan, hari ini aku rindu kampung halamanku. Aku juga rindu pada orang tuaku yang sudah meninggal. Agar aku tak lupa akan mereka, aku terbiasa menaruh garam di dalam kopiku,” tutur kakek.
Nenekpun merasa tersentuh. Tak pernah ditemui pemuda semanis kakek. Sejak saat itu, mereka selalu pergi berkencan dan bercerita panjang lebar. Merekapun akhirnya menikah. Hidup bahagia, hingga punya banyak anak dan cucu.
Suatu kali, di ulang tahun pernikahan ke-50, kakek akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Di sebuah kotak berisi perhiasan kado ulang tahun pernikahan, ditinggalkannya secarik surat untuk nenek. Karena mata nenek sudah kurang awas untuk membaca, maka ia memintaku untuk membacanya. Kira-kira beginilah isi surat itu…
Nurlaila yang terkasih,
Aku meminta maaf akan sebuah kesalahan yang sangat besar, yang pernah kulakukan sepanjang hidupku. Aku menyimpan sebuah kebohongan besar selama ini. Ingatkah saat kita di kedai kopi hari itu? Saat itu aku sangat gugup sekali. Saking gugupnya aku ingin menambahkan gula untuk kopi. Namun, entah kenapa yang terucap adalah garam.
Aku tak ingin terlihat konyol di depanmu. Dan akhirnya aku mengarang cerita itu. Aku tak tahu lagi harus bagaimana. Kau terlihat begitu cantik dan sempurna, hingga aku tak ingin melepaskanmu.
Tetapi, percayalah sayang… bahwa sepanjang hidupku aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Sehingga sekalipun setiap pagi kau buatkan kopi asin itu, semua selalu terasa manis karenamu. Jujur saja, kau mungkin tak akan suka rasanya, karena sebenarnya rasanya sungguh tidak enak.
Nurlaila, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu.
Air mata nenekpun turun membasahi pipinya. Ia sadar betapa besarnya cinta kakek padanya. Sejak saat itupun ia selalu menambahkan garam di dalam kopinya. Setiap kali ada orang yang bertanya bagaimanakah rasa kopi bila ditambah garam, ia akan menjawabnya “rasanya manis sekali” ( Puspa )